Pengambilan keputusan yang efektif dan efisien dalam merespon bencana mutlak ditopang oleh informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika informasi tidak benar, bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga tidak tepat atau dengan kata lain menjadi tidak efektif dan juga sangat dimungkinkan menghambur hamburkan sumberdaya dan sumberdana atau dengan kata lain menjadi tidak efisien. Selain kebenaran dan ketepatan, informasi juga harus up to date. Pengambil keputusan harus menggunakan informasi terbaru dan real-time. Jika informasinya usang, juga bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga tidak tepat (tidak efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-hamburkan sumberdaya dan sumberdana (tidak efisien). Oleh karena itu diperlukan sistem penggalian informasi (assessment) yang baku dan efektif sebagai acuan dalam mengambil keputusan saat tanggap darurat bencana terjadi.
Assessment
Assessment yang dalam kamus bahasa inggris berarti penilaian dan pengkajian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data yang berguna untuk melakukan tindakan intervensi. Dan sebutan untuk orang atau kelompok yang melakukan assessment disebut assessor.
Tujuan dari assessment antara lain yaitu :
- Mengidentifikasi dampak suatu situasi.
- Mengumpulkan informasi dasar.
- Mengidentifikasi kelompok yang paling rentan.
- Upaya mengobservasi situasi.
- Mengidentifikasi kemampuan respons semua pihak yang terkait.
- Mengidentifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan.
Terdapat beberapa istilah dalam assessment diantaranya yaitu : 1) Rapid Assessment, yaitu assessment yang dilakukan secara cepat, kurang dari satu pekan setelah kejadian, sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan segera. 2) Detiled Assessment, yaitu assessment yang dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih detail. 3)Continual Asessment, yaitu assessment yang dilakukan secara berkelanjutan untuk mendapatkan gambaran perubahan yang terjadi.
Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, assessment dilakukan di setiap tahap dalam siklus bencana: sebelum kejadian (fase preparedness), pasca kejadian (fase tanggap darurat) dan pada fase recovery. Pada setiap fase, assessment dapat dilakukan beberapa kali dan dalam bentuk yang bisa berbeda sesuai kebutuhan, untuk menangkap informasi yang terus berkembang. Pada assessment sebelum kejadian , assessment ditujukan untuk menggambarkan potensi bahaya, status masyarakat, ketersediaan kemampuan dan sumbar daya untuk menghadapi kejadian dan lain sebagainya. Assessment setelah kejadian, pada fase tanggap darurat, ditujukan untuk menggambarkan kerusakan yang terjadi, perubahan fungsi sosial masyarakat dan kebutuhan masyarakat terdampak. Assessment berikutnya dapat dilakukan beberapa kali selama proses tanggap darurat dan berlanjut selama proses recovery (rehabilitasi dan rekonstruksi). Ini dilakukan untuk menangkap gambaran kondisi masyarakat terdampak yang terus berproses.
Pada dasarnya, bencana adalah Gangguan serius atas keberfungsian masyarakat, yang menyebabkan kerugian manusia, material maupun lingkungan. Gangguan yang terjadi mungkin menimbulkan kebutuhan (kesenjangan antara yang diperlukan dan yang tersedia). Atas dasar pemahaman ini, maka assessment harus dapat menghasilkan gambaran nyata yang berupa :
- Bentuk-bentuk gangguan atas keberfungsian masyarakat tersebut: baik pada ranah keamanan, kesehatan, ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kebertinggalan dan lain sebagainya.
- Kesenjangan antara keperluan masyarakat pasca kejadian dengan ketersediaan sumber daya.
- Intervensi yang perlu dilakukan.
Adapun sumber informasi yang bisa diperoleh dalam melakukan assessment selain dari survey lapangan tentu bisa berasal dari laporan instansi/lembaga terkait, media massa, internet dan juga masyarakat.
Sumber :
WHO
Bnpb.go.id
academia.edu
Diskusi tentang post