Gempa berkuatan 7,4 SR dan memicu tsunami dahsyat di Palu telah meluluhlantakkan 66.238 unit bangunan di lokasi bencana. Dari total rumah yang rusak, tercatat 65.733 unit rumah berada di wilayah Sulawesi Tengah, dan 505 unit rumah berada di Sulawesi Barat (Kompas.com – 04/10). Sisa kerusakan yang massif, sampai saat ini belum teratasi sepenuhnya. Masih banyak sisa bangunan yang belum dibersihkan. Lambat laun, hal ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
United Nations Development Programme (UNDP), badan PBB yang bergerak di bidang pembangunan, melaksanakan program padat karya yang melibatkan 3500 orang korban gempa, membersihkan puing-puing bangunan di Palu, Sulawesi Tengah. Dalam pelaksanaannya, UNDP bekerjasama dengan pemerintah dan LSM Indonesia, program ini juga termasuk pemberian uang lelah bagi mereka yang terlibat langsung dalam pembersihan puing bangunan. Program padat karya ini terbagi dalam beberapa tahap.
Tahap pertama program padat karya melibatkan 300 orang di desa Lolu, desa Jono Oge dan desa Mpanau di Kabupaten Sigi. Program ini bermitra dengan LSM Relawan Untuk Orang dan Alam, Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas) dan Yayasan Mitra Karya Membangun (YMKM). Program Padat Karya akan memperkerjakan 3500 orang – 40 persen diantaranya adalah perempuan – sampai akhir Januari 2019. Tahap pertama ini berlangsung selama 25 hari.
“Membersihkan puing-puing di daerah yang terkena bencana merupakan prioritas untuk memulihkan akses ke infrastruktur utama. UNDP menanggapi prioritas ini melalui uang tunai untuk bekerja, yang menyediakan sumber penghasilan yang sangat dibutuhkan bagi ratusan orang yang kehilangan mata pencaharian karena bencana,” ujar Direktur UNDP Indonesia, Christophe Bahuet.
Menurut Bahuet, kegiatan ini juga merupakan satu langkah ke depan menuju pemulihan.
Tahap pertama Padat Karya akan berlangsung selama 25 hari. Tahap kedua akan dilakukan di Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala. Sedangkan lokasi desa tahap kedua, tergantung hasil penjajakan teknis terhadap tingkat kerusakan hasil koordinasi dengan pemerintah setempat. Dalam skema padat karya setiap pekerja akan mendapat bayaran maksimal selama 25 hari.
Program ini merupakan bagian dari program bantuan cepat bagi bencana dari UNDP sejumlah USD 1.4 juta untuk membantu upaya pemulihan. Pembiayaan prakarsa ini datang dari UN Central Emergency Response Fund, dan UNDP. Program padat karya ini sangat membantu warga terdampak bencana seusai mereka kehilangan mata pencaharian.
“Padat karya ini membantu mengurangi beban kami, karena setelah bencana ini, kami hilang (mata) pencaharian. Jadi Padat karya ini membantu kami memiliki pendapatan awal yang bisa kami pakai sementara,” ujar Ibu Sul Lamakampali (50 th), salah satu peserta kegiatan padat karya dari desa Jono Oge.
Tim UNDP Indonesia sudah bergerak cepat tiba di lokasi dalam minggu pertama bencana. Ini merupakan bentuk dukungan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam upaya pemulihan wilayah-wilayah yang hancur akibat gempa dan tsunami lalu.***
(Sumber : Majalah CSR)
Diskusi tentang post