Potensi sumber daya yang dimiliki di banyak desa menjadi potret menarik untuk dikelolah secara maksimal. Baik dari sumber daya hutan, pertanian, pariwisata, sosial budaya dan sektor lainnya. Semuanya memiliki peluang untuk dijadikan badan usaha milik desa atau biasa disingkat Bumdes. Hanya saja, sering didapati pengembangan usaha mengalami kemacetan dan pada beberapa kasus sulit untuk dilanjutkan. Alasan yang banyak ditemukan adalah masalah modal.
Perkumpulan IMUNITAS bersama Karsa Institute yang tergabung dalam Konsorsium SIKLUS dan atas dukungan NTFP-EP Indonesia melakukan kegiatan advokasi penyertaan modal dari dana desa untuk bumdes di desa Pilimakujawa, Kec. Kulawi Selatan, Kab. Sigi, Sulawesi Tengah.
Enjang Tri Budianto, Koordinator Program Konsorsium Siklus menjelaskan bahwa dana desa menjadi salah satu peluang strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui unit usaha BUMDES.
“Dana desa menjadi salah satu peluang strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui unit usaha milik desa. Anggarannya dialokasikan melalui program pemberdayaan masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi serta kebutuhan warga desa.” Ungkap Enjang.
Lebih jauh Enjang mengatakan bahwa maksud dari kegiatan ini adalah menyeragamkan pemahaman bumdes dan pemerintah desa serta kelompok usaha mengenai akses permodalan yang dapat didanai dari dana desa untuk pengembangan kelompok usaha.
Di sisi lain, kurangnya pemahaman dari masyarakat terkait kesempatan penyertaan modal yang dikelola dari dana desa membuat pengalokasian tersebut belum berdampak siginifikan.
Pilimakujawa sebagai salah satu wilayah desa dampingan menjadi bagian dari program yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki. Dengan membentuk kelompok usaha di sektor pertanian yaitu komoditi kopi sebagai pilihan program pengembangan usaha. Tentu diharapkan akan berdampak baik bagi kelangsungan dan keberlanjutan usaha melalui kerjasama dalam kegiatan bumdes.
Sementara itu, dalam prosesnya, kelompok usaha—masyarakat Pilimakujawa melihat dan menyimak berbagai rujukan aturan yang disampaikan oleh pemateri yang sudah cukup lama berkecimpung membahas mengenai dana desa dan spesifik terkait bumdes.
Sebagai rujukan awal yang mendasari setiap bentuk kegiatan di tingkat desa diperlukan mekanisme aturan untuk mendukung sekaligus memberi pengetahuan bagi pelaku usaha melakukan aktivitas usaha.
Penjelasan mengenai aturan tersebut menjadi dasar legal formal bagi kelompok usaha dalam melakukan kegiatan perencanaan hingga pelaksanaan program.
“Perencanaan penggunaan dana desa (DD) dilakukan melalui musyawarah untuk menentukan usulan yang menjadi skala prioritas, dihadiri oleh Pemerintah Desa, BPD dan perwakilan kelompok usaha.” Jelas Baktiar, selaku pemateri.
Musyawarah dutujukan untuk menggali ide dan gagasan tentang substansi permasalahan terkait bentuk kegiatan. Usulan dari masyarkat tentu tidak sepenuhnya harus dipenuhi, ada pola mekanisme perankingan untuk menilai daftar usulan, misalnya dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar, konsumen serta ketersediaan bahan baku.
Hal terpenting dalam menentukan program bumdes yaitu rencana bisnis dengan menentukan kelompok sasaran kemudian menentukan skala prioritas.
“Tentu saja berharap, agar kelompok usaha memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang alokasi DD yang diperuntukan dalam pengadaan usaha melalui mekanisme lembaga yaitu badan usaha milik desa. Dari situ nantinya akan ada kesesuaian dan kerjasama kelompok usaha yang telah dibentuk bersama dengan pemerintah desa”. Tutup Enjang.
Diskusi tentang post