Perkumpulan IMUNITAS dan KARSA Institute yang tergabung dalam Konsorsium SIKLUS akan menggelar Festival Kulawi. Festival ini rencananya akan digelar 3 hari mulai tanggal 6 hingga 8 Desember 2024.
Ketua Panitia Festival Kulawi, Enjang Tri Budianto mengatakan, dataran tinggi Kulawi memiliki keragaman adat istiadat dan hingga hari ini masyarakat adat Kulawi atau biasa disebut To Kulawi masih terus melakukan upacara adat warisan leluhur. “Salah satu tradisi Kulawi yang sering dilakukan, bahkan juga sering kali tampil dalam beberapa event adalah tradisi Rego,” Ujar Enjang.
Festival Budaya merupakan salah satu sarana komunikasi yang sangat penting, dapat digunakan sebagai media pelestarian budaya dan tradisi. Pada saat yang bersamaan, festival Kulawi juga merupakan momen yang dapat mendorong semangat kreativitas dan mempromosikan keberagaman budaya serta warisan lokal, sehingga melalui festival ini masyarakat dapat merayakan dan menghormati nilai-nilai budaya mereka sembari mendorong generasi muda untuk terlibat aktif dalam kegiatan kreatif dan positif yang tentunya sesuai dengan kearifan lokal yang ada.
Lebih lanjut Enjang menjelaskan, Festival Kulawi dapat menjadi tonggak dalam mendorong semangat kreatif dalam menjaga sumber daya alam serta melestarikan budaya lokal, mempromosikan keberagaman budaya, dan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat khususnya yang ada di dataran tinggi Kulawi.
Dalam pelaksanaannya nanti, akan terdapat beberapa kegiatan. Pertama, pertunjukan seni tari dan musik tradisional, utamanya yang terkait dengan budaya masyarakat setempat yang akan ditampilkan selama festival berlangsung.
Kedua, dialog budaya dan kearifan lokal masyarakat di lanskap Lariang. Dialog budaya bertujuan untuk mendokumentasikan dan melestarikan budaya serta tradisi masyarakat etnis Bada, Behoa, Lindu, Kulawi, Pipikoro dan Tobaku yang berada di lanskap Lariang agar tidak hilang atau terlupakan di tengah arus modernisasi. Pada waktu bersamaan, sesi ini akan memperkuat identitas budaya masyarakat di lanskap Lariang melalui pengakuan akan keunikan tradisi, adat istiadat, dan sistem nilai lokal.
Ketiga, Pameran produk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Berbagai produk HHBK dan olahan pangan dan sandang, serta kerajinan yang mengedepankan nilai-nilai adil serta lestari akan disajikan oleh 12 kelompok masyarakat To Kulawi.
Festival ini terlaksana atas dukungan dari Pemerintah Kabupaten Sigi, NTFP-EP Indonesia, dan Green livelihood Alliance (GLA), serta masyarakat dataran tinggi Kulawi.
Mojagai Katuwua
Masyarakat adat Kulawi (To Kulawi) yang bermukim di sekitar alam pegunungan atau dataran tinggi merupakan satu-kesatuan masyarakat adat yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur dalam suatu wilayah geografis, dengan empat wilayah jaringan keadatan kerajaan Kulawi yang disebut Opo Ngata berdasarkan sub etniknya yaitu Moma Kulawi; Uma Pipikoro; Tado Lindu; Tobaku Pipikoro.
Semua wilayah itu memiliki sistem nilai dan sosial budaya yang khas, berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya, serta mengatur dan mengurus keberlanjutan kehidupannya dengan hukum dan kelembagaan adat.
Memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, To Kulawi, secara turun-temurun mempunyai konsep-konsep kearifan tradisional dalam memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Salah satu konsep tradisional itu adalah Popahilolonga Katuwua.
To Kulawi dalam konsep Katuwua meyakini bahwa di bumi ini (I Wongko Lino) ada tiga unsur kehidupan yang mempunyai hubungan timbal balik, tumbuh dan berkembang biak, serta saling menghidupi, yaitu: Manusia (Tauna), hewan (Pinatuwua), dan tumbuh-tumbuhan (Tinuda/Hinua).
Diskusi tentang post