Ada berbagai macam suku dan budaya yang dapat kita temukan di berbagai pulau di Indonesia. Budaya tersebut tidak hanya mencerminkan kekayaan seni yang ada di Indonesia. Tetapi juga mengajari bagaimana keragaman budaya berbagai suku di Indonesia dalam menghadapi bencana atau sering kita sebut dengan kearifan lokal.
Jauh sebelum sistem peringatan dini terhadap bencana itu ada, berbagai daerah di Indonesia memiliki ‘sistem peringatan dini’ tersendiri dalam bentuk kearifan lokal berupa syair. Beberapa ada yang dituturkan dalam cerita-cerita, petuah, lantunan lagu, dsb.
Contohnya seperti di Aceh, tepatnya di Pulau Simeulue. Terdapat satu bentuk kearifan lokal bernama Smong. Syair yang lahir setelah peristiwa gempa dan tsunami tahun 1907 dan menjadi ingatan bersama masyarakat, sehingga mampu meminimalisir korban jiwa pada peristiwa Desember 2004. Smong sendiri memiliki arti tsunami.
Enggel mon sao curito (Dengarlah sebuah cerita)
Inang maso semonan (Pada zaman dahulu)
Manoknop sao fano (Tenggelam satu desa)
Uwi lah da sesewan (Begitulah mereka ceritakan)
Unen ne alek linon (Diawali oleh gempa)
Fesang bakat ne mali (Disusul ombak yang besar sekali)
Manoknop sao hampong (Tenggelam seluruh negeri)
Tibo-tibo mawi (Tiba – tiba saja)
Anga linon ne mali (Jika gempanya kuat)
Uwek suruik sahuli (Disusul air yang surut)
Maheya mihawali (Segeralah cari)
Fano me singa tenggi (Tempat kalian yang lebih tinggi)
Ede smong kahanne (Itulah smong namanya)
Turiang da nenekta (Sejarah nenek moyang kita)
Miredem teher ere (Ingatlah ini betul – betul)
Pesan dan navi da (Pesan dan nasihatnya)
Smong mengajarkan kepada masyarakat jika ada gempa kuat yang kemudian diikuti dengan air laut yang surut, segeralah lari agar selamat dari terjangan gelombang besar. Syair inilah yang membuat warga Simeulue selalu waspada saat gempa bumi mengguncang pulau mereka.
Tidak jauh berbeda dari Semeulue. Di Palu, Sulawesi Tengah, ingatan tentang syair Kayori kembali mencuat setelah peristiwa September 2018. Kayori merupakan syair yang lahir setelah peristiwa gempa dan tsunami pada tahun 1938. Dalam Kayori disebutkan daerah-daerah yang terkena tsunami dan daerah yang luput dari bencana tersebut.
Goya-goya Gantiro (Gempa di Ganti -Donggala)
To Kabonga Loli’o (Pun dirasakan Orang Kabonga hingga Loli)
Palu, Tondo, Mamboro Na’Poyomo (Palu, Tondo dan Mamboro telah tenggelam)
Kayumalue Ne’lantomo (Kayumalue telah terapung)
Kayori menggambarkan kejadian tsunami 1938 dimana Kayumalue menjadi satu-satunya daerah yang selamat dari gelombang tsunami di Teluk Palu. Kayori merupakan kearifan lokal yang diceritakan secara turun-temurun oleh suku Kaili. Setelah lama tidak diperdengarkan, bencana 28 September 2018 menjadi peringatan bahwa nasihat nenek moyang, jangan sampai dilupakan.
Pustaka :
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/01/22/syair-smong-ungkapan-peristiwa-gempa-bumi-dan-tsunami-simeulue-silam
https://www.kompasiana.com/rioardi/5ed0c3e1d541df798e288393/kearifan-lokal-budaya-indonesia-dalam-mitigasi-bencana?page=all#section3
Diskusi tentang post