Melihat gempa sebagai bahaya tunggal adalah kesalahan fatal. Perlu dipahami bahwa satu bencana dapat mengakibatkan bencana lainnya. Untuk itu mitigasi bencana perlu memperhatikan bencana multi-bahaya.
Satu kejadian gempa bumi dapat memicu tsunami, likuifaksi, longsor, banjir, kekurangan air bersih, kerusakan jaringan komunikasi, kerusakan jalan dan jembatan, bahkan dapat menimbulkan konflik sosial.
Gempa yang terjadi 28 September 2018 silam hampir memicu semua persoalan di atas.
Satu bencana dapat mengakibatkan bencana lainnya, hal ini kemudian disebut dengan efek domino. Efek domino bisa diamati pada Kab. Sigi. Sulawesi Tengah. Setelah terjadi gempa, banyak terjadi longsor dan mengakibatkan terputusnya akses darat di beberapa wilayah. Gempa menyebabkan rusaknya saluran irigasi yang mengairi ratusan hektar persawahan. Tentu saja membuat sawah tidak lagi bisa digarap. Gempa juga menyebabkan longsor yang begitu besar di wilayah desa Poi yang kemudian telah diperingatkan oleh BNPB akan potensi banjir bandang. Dan beberapa bulan setelahnya, banjir bandang benar-benar terjadi.

Efek domino juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan daerah pengungsian ataupun daerah evakuasi saat terjadi bencana. Salah satu contohnya yaitu di desa Salua, Kab. Sigi. Hunian sementara (Huntara) yang dibangun berada di daerah rawan banjir. Akibatnya, belum lama dibangun, Huntara kembali tersapu banjir bandang.
Bencana adalah masalah yang sangat kompleks. Untuk itu, bencana multi-bahaya juga memerlukan penanggulangan multi disiplin ilmu, multi lapisan masyarakat, bahkan multi perspektif. Dan kunci dari semua itu adalah koordinasi.***
Sumber :
Lingkar Ekspresi Mitigasi Bencana Palu
Diskusi tentang post