Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan adalah keniscayaan yang harus dijalankan pemerintah karena beberapa alasan. Pertama, di dalam dan sekitar kawasan hutan ada ±32.447.851 jiwa, jumlah desa di dalam hutan ±2.037 desa dan di sekitar hutan ±19.247 desa (BPS, 2015).
Kedua, sebagian besar masyarakat sekitar hutan menggantungkan hidupnya dari hasil hutan. Ketiga, sebagian besar luas wilayah Indonesia (63,04%) berupa hutan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah. Ekspansi lahan pertanian yang paling mudah dan murah adalah masuk ke dalam kawasan hutan.
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang diharapkan mampu mengatasi dampak negatif dari aktivitas masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Karena melibatkan masyarakat sebagai subyek dalam melakukan pengelolaan hutan agar tercipta kesadaran atas manfaat hutan. Dari lima skema perhutanan sosial, terdapat satu skema yaitu skema hutan adat.
Skema hutan adat cocok diberikan kepada masyarakat asli yang sejak awal hidup di dalam atau sekitar hutan sebelum kawasan tersebut ditunjuk dan ditetapkan menjadi hutan dan masih memelihara tatanan adatnya, hidup secara subsisten dan selaras dengan alam.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 9 Tahun 2021 tertuang penjelasan tentang Penyusunan rencana pengelolaan perhutanan sosial. Hal inilah yang coba difasilitasi oleh Perkumpulan Imunitas yang tergabung dalam Konsorsium SIKLUS -bersama Karsa Institute- yang bekerja sama dengan NTFP-EP Indonesia dalam Program Green Livelihood Alliance (GLA) 2.0 “Forest for just a future” Central Sulawesi.
Koordinator Program, Enjang Tri Budianto mengatakan bahwa fasilitasi penyusunan rencana pengelolaan hutan adat atau rencana kerja hutan adat dilakukan untuk mengidentifikasi serta menggali informasi-informasi rencana pengelolaan serta rencana kerja tahunan pada Hutan Adat To Kulawi Uma di Desa Moa Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi.
“tujuan lain dari kegiatan ini adalah untuk menyusun RPHA/RKHA dan RKT yang partisipatif untuk digunakan sebagai peta jalan dalam mendorong pengambilan kebijakan pemerintah desa.”
Dalam kegiatan ini masyarakat desa membahas tentang potensi kawasan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan hasil hutan kayu (HHK), membahas tentang perlindungan dan pengamanan kawasan hutan serta membahas rencana kegiatan pengelolaan hutan adat. Tercapai komitmen bersama antara lembaga adat dan pemerintah desa dalam mendukung pemanfaatan HHBK di hutan adat yang berkelanjutan sesuai dengan karifan lokal.
“Terdapat beberapa beberapa poin dalam pelaksanaan kegiatan antara lain, adanya informasi dan data dari komunitas adat terkait dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan sesuai dengan kearifan lokal. Dan juga adanya rencana pemerintah desa untuk mendukung kegiatan lembaga adat dalam pengelolaan hutan adat melalui anggaran desa.”
Diskusi tentang post